ETIKA PROFESI AKUNTANSI

DIBALIK KAMERA

 “Ok mulai one, two, three. Ekspresinya lebih terbuka lagi Flo. Oh come on Florin Angelique you do better” kata Barry sambil memegang kameranya.
“I try do my best ok” kataku mulai sebal.
“Ok enough! Flo kamu bisa istirahat dulu, nanti kita lanjut lagi alright?” kata Barry mulai lelah karena hasil jepretannya tidak memuaskan.
“Ok” jawabku singkat.


Fyuuhh… melelahkan sekali pemotretan hari ini. Sepertinya tidak ada waktu istirahat yang layak untuk hari ini. Tidak hanya hari ini namun sebelum-sebelumnya inilah rutinitasku. Berdiri anggun nan elegan. Bergaya dengan gaya professional. Terkena cahaya lampu blitz yang menyilaukan mata. Bermake up tebal layaknya orang dewasa. Serta berlenggak-lenggok ketika di red carpet.
Itulah rutinitasku selama ini, selama aku menjadi model di salah satu majalah yang cukup ternama di London. Tidak dapat dipungkiri pekerjaan ini begitu melelahkan, namun inilah cita-citaku sejak kecil. Dulu ketika kecil aku senang sekali berdandan menggunakan alat make-up Mom. So aku sudah terbiasa dengan semua polesan make-up di wajahku.


Hampir setiap hari jadwalku sangat padat. Bahkan dalam seminggu terkadang aku harus melakukan pemotretan full. Jika weekend mungkin aku baru dapat beristirahat. Menjadi model sudah aku lakukan sejak aku berusia 10 tahun. Aku sudah biasa keluar di red carpet dan bertemu dengan aktris dan aktor ternama.

“Finish?” Tanya Barry
“Yes! Let’s do it” kataku bersemangat.
Cekrik! Cekrik! Cekrik!
“Ok that so great honey. Oh my God you look so pretty with your dress. Ok one more baby. Yes! That’s it! Give applaus” seru Barry kegirangan, karena hasil jepretannya berhasil.
“Done?” tanyaku santai
“Yes baby good job!” jawabnya
“Of course. I am!” jawabku sambil tersenyum dan berlalu.


Setelah selesai pemotretan aku pulang menuju rumahku. Rumahku cukup jauh, namun aku tidak perlu repot-repot jalan karena sudah ada supir yang setia menungguku.

Sesampainya di rumah. Dan seperti biasa suasana yang tidak asing bagiku.
“I’am home!” seruku
Hening dan lenggang tidak ada siapapun.
“Hmm… as usual” gumam ku.


Seperti biasa, rumah bergaya istana dengan tiga lantai yang begitu besar dan megah ini selalu sepi seerti ini. Hanya ada aku, Mom dan Dad. Hanya kami bertigalah penghuni rumah ini ditambah dengan pelayan-pelayan di rumah kami.
Jam menunjukkan pukul 23.00 malam. Tubuhku terasa begitu lelah. Aku ingin mandi air hangat dan segera tidur. Aku tidak ingin diganggu. Buru-buru aku ke kamar dan langsung merebahkan badan di kasur. Ah nyaman sekali rasanya.

Adalah setengah jam aku selesai dengan semua urusanku. Kemudian bersiap untuk tidur menunggu hari esok. Namun ketika melewati cermin besar di kamarku. Aku melihat tubuhku yang tinggi semampai 170 cm dengan kulit putih bersih dan halus. Rambut hitam panjang lurus yang mengkilau. Bentuk tubuhku yang ramping dan langsing. Wajahkuku yang terbawa dari peranakan turki memang sangat cantik. Kuamat-amati dan aku terkejut ketika melihat satu titik yang sangat mejengkelkan. Jerawat!
“ih jerawatan. Aduh nggak suka mukaku jadi jelek nih. Aduh gimana nih. Aku harus segera menghilangkan ini jerawat. Penampilanku bisa kacau nih kalo kaya gini” kataku khawatir.


Akhirnya aku menghabiskan sekitar 1 jam hanya untuk memperhatikan jerawat kecilku itu. Hanya jerawat kecil namun sangat besar pengaruhnya bagiku.

Seperti biasa aku selalu lari pagi untuk menjaga penampilanku. Ketika aku berlari kecil-kecil aku melihat beberapa gadis remaja seumuraku datang, ada 3 gadis. Aku berhenti dan memperhatikan mereka. Mereka berlari mendekatiku sambil berteriak-teriak.
“Kak Flo itu kak Flo teman, ayo kita ke sana” seru salah satu gadis.
Sebelum aku berlanjut lari mereka sudah menarik tanganku dan menyodorkan pulpen dan kertas ingin meminta tanda tangan.
“Kak Flo minta tanda tangannya dong kak” minta salah satu gadis diikuti gadis yang lainnya.
“Ah iya sebentar ya” jawabku sambil merasa sedikit keropotan.
“Atas nama Rose ya kak” seru nya
“Baiklah” jawabku menurut
“Terimakasih banyak kak Flo. Wah ternyata yang dikatakan orang itu salah ya. Banyak yang bilang kak Flo itu model yang tidak suka menyapa para penggemarnya. Namun ternyata anggapan itu salah kak” kata gadis bernama Rose tadi
“Iya kak, aku juga baru tahu kalo kakak ternyata begitu baik” seru gadis lainnya
“Iya sama-sama. Boleh tahu nama kalian?” Tanyaku
“Oh aku Rose kak” jawab gadis perawakan tinggi tersebut
“Kalo aku Darla kak” kata gadis berambut pendek dengan mata besarnya
“Kalo aku Maurice kak” kata gadis berambut bergelombang tersebut.
“Hay semuanya salam kenal ya, aku Florine. Biasa dipanggil Flo saja. Dan kalian tidak perlu memanggilku kak panggil saja nama Flo begitu ok” jawabku sambil tersenyum
“Baik kak Flo. Eh maaf Flo” jawab Darla sambil menutup mulut dengan tangan.


Pertemuan dengan ketiga gadis itu membuatku merasa berbeda. Ada yang aneh aku rasakan. Entah mengapa aku merasa mereka anak yang baik dan tulus. Terlihat sekali bagaimana perilaku mereka padaku. Walaupun mereka penggemarku, namun tidak ada sikap berlebihan yang mereka lakukan.
Seperti mencubitku, kemudian selfie alay, atau menanyaiku dengan pertanyaan yang aneh seperti penggemar yang biasa aku temui. Mereka hanya meminta tanda tangan kemudian berkenalan. Dan selesai tidak ada sikap berlebihan padaku.


Entah mengapa aku ingin berteman dengan mereka. Aku ingin tahu siapa mereka. Untung saja mereka memberitahu alamat rumah mereka. Aku jadi tahu dimana mereka tinggal sekarang. Esok aku akan mencoba berkunjung ah. Gumamku dalam hati.
“Jalan Okawa… no 112 mana ya? Jalan Okawa, jalan Okawa. Nah! Itu dia. Rumah biru muda mana ya? Ah! Itu dia” cariku mondar mandir.


Tok! Tok! Tok!
“Hello, Rose? Rose? Hello? Apakah kau di rumah?”
“Ya sebentar. Dengan siapa ya di luar sana?”
“Ini aku Rose. Flo!”
“Astaga Flo! Ini benar kauFlo. Apa yang kau lakukan di sini? Di rumahku lagi!” Tanya Rose kaget tidak karuan.
“Aku hanya ingin bermain saja. Aku bosan di rumah. Tidak apa-apa kan?”
“Tentu saja tidak apa-apa. Ayo masuk Flo” ajak rose
“Terima kasih” balasku.


Rumah rose sangat luas. Khas sekali dengan suasana pedesaan. Ia memiliki halaman belakang rumah yang begitu luas ditambah dengan kebun anggur yang melimpah. Suasana rumah Rose sangat asri. Hampir di penjuru rumah pasti ada bunga yang memanjakan mata. Rumah yang sangat nyaman. Suasana alam sangat terasa di sini. Terdapat pula aliran sungai kecil dengan suara percikan air yang menenangkan. Rumah pohon yang imut namun tetap nyaman. Kursi taman dan ayunan. Rumput hias. Dan pemandangan matahari terbit maupun tenggelam yang sangat indah.

Rumah ini begitu sempurna. Sangat menyenangkan. Adalah setengah jam aku berkeliling bersama Rose sambil ia menjelaskan semuanya. Aku hanya mampu terkagum-kagum dengan pesona alam di rumahnya ini.
“Rumahmu sangat indah Ros. Aku jadi ingin tinggal di sini” kataku senang


“Hahaha.. tidaklah rumahmu jauh lebih mewah dan megah Flo. Kau tahu itu kan?”
Memang jika dibandingkan rumah Flo dan Rose tetap lebih luas dan lebih mewahan rumah Flo. Namun rumah Flo penuh dengan keglamoran sesuai dengan statusnya sebagai model. Berbeda dengan rumah Rose yang asri dan sangat adiwiyata.


“By the way, kenapa di rumahmu ada ayunan segala. Terlihat seperti taman kecil untuk anak kecil bermain. Apakah kau punya seorang adik?” Tanya ku penasaran
“Oh tidak. Itu ayunan untuk anak desa yang ingin bermain ke sini. Siapapun boleh datang ke sini terutama anak desa sini. Aku sangat membuka pintu untuk itu. Aku biasa bermain sambil belajar bersama mereka. Tidak hanya aku, namun Darla dan Maurice pula” jawabnya dengan antusias
“Kau melakukan itu?” Tanya ku tak percaya
“Yap, aku sudah lama melakukan itu. Rumah ini memang luas namun bukan berarti tidak menerima tamu untuk anak desa. Namun untuk siapapun boleh saja bertamu” jawabnya santai
“Wow…aku iri denganmu. Di rumahku berbeda 24 jam full dijaga oleh 6 bodyguard ayah. Belum dengan security di depan gerbang. Dan beberapa pelayan yang turut menjaga pula. Jadi tidak sembarang orang boleh masuk. Bahkan jika aku mau keluar pun aku merasa sulit sendiri. Padahal itu rumahku sendiri” jawabku
“Kau boleh tinggal di sini jika mau. Darla dan Maurice juga sering menginap di sini. Kami senang membuka kelas untuk anak desa pada hari minggu. Jadi nanti hari sabtu kau menginap dan minggu paginya kita buka kelas untuk anak desa. Aku akan memperkenalkan mereka padamu. Dan aku yakin mereka juga akan senang jika bertemu dengan seorang model seperti kau” jawab Rose menawarkan
“Wah aku ingin sekali. Baiklah karena besok hari minggu maka aku akan ke sini malam ya” Tanyaku
“Ok sip. Nanti akan kuhubungi Darla dan Maurice”


Malamnya…
“Hay semua!” sapaku
“Hay Flo!” jawab gadis bertiga itu kompak.
“Sudah siap untuk besok Flo” Tanya Rose
“Tentu saja. Bahkan aku sudah sedikit-sedikit belajar” jawabku tidak mau kalah
Gelak tawa terdengar dari Darla dan Maurice.
“Hey kita harus tidur cepat. Kita bisa kesiangan bangunnya nanti” kata Darla yang sudah siap di tempat tidur.
“Baiklah ratu tidur” kata Maurice.


Aku tidak bisa membayangkan. Ini seperti bukan aku sama sekali. Bahkan jika dikatakan punya teman atau tidak. Maka merekalah teman pertamaku. Teman pertama yang bisa menjalin hubungan baik sampai seperti ini. Aku menjadi mengerti betapa banyak hal yang harus pelajari di dunia ini.

“Selamat pagi semuanya” seru Rose
“Pagi kak Rose” jawab anak desa kompak.
Ada sekitar 16 anak yang berkumpul. Maka karena ada 4 orang yang mengampu. Maka kelompok dibagi menjadi 4 kelompok. 1 orang mengampu 4 siswa. Termasuk aku pula.


“Perkenalkan adik-adik, nama kakak Florin kalian dapat memanggil dengan kak Flo saja” sapaku ramah.
“Hay kak Flo, aku Terry”
“Aku Jessie kak”
“Aku Bryan kak. Dan aku suka dengan kakak” serunya dengan percaya diri
“Aku Angela kak. Aku juga suka dengan kakak” seru anak yang terakhir
“Hay semua salam kenal ya. Kakak sudah hafal dengan kalian semua. Kamu Terry, lalu Jessie, Bryan dan Angela. Ok kakak sudah mengenal kalian semua. Ok ayo kita mulai belajarnya ya” ajak ku pada anak-anak yang menggemaskan ini.
“Ayo!” jawab mereka serempak.


Kelas dibuka sekitar 2 jam lamanya. Tidak kusangka ternyata lelah juga menjadi pengajar seperti ini. dan dari ini pula aku menjadi tahu betapa menyenangkan dapat berbagi. Bahkan aku berfikir aku ingin seperti ini terus. Menjadi pengajar, bertemu anak-anak, belajar banyak dari mereka. Aku seperti menemukan diriku yang hilang. Ketika aku menjadi pengajar aku seperti menjadi diriku sendiri.

“Ros, aku ingin seperti ini terus” kataku usai kelas
“Tentu, mengapa tidak? Kapanpun kau mau, kau bisa datang dann mengajar mereka terus. Aku juga menjadi relawan di salah satu sekolah di desa ini” jawab Rose.
“Maksudku aku ingin seperti ini terus. Tanpa harus kembali menjadi seorang model lagi. Karena aku sudah lelah. Lelah sekali. Semua orang berfikir bahwa hidupku begitu sempurna. Penuh dengan keglamoran. Penuh dengan kesenangan dan ketenaran. Semua sempurna. Namun dibalik itu aku sangat kesepian. Bahkan dalam seminggu aku bisa tidak bertemu dengan orangtuaku sama sekali. Aku lelah menjadi Flo sebagai seorang model. Memang hidupku sepertinya sempurna di depan kamera. Namun dibalik kamera aku merasa sugguh kesepian” terangku dengan Rose
“Flo jika memang kamu merasa menjadi dirimu sendiri ketika kamu di sini, maka jadilah aku sebagai sahabatmu akan mendukung kamu. Jika kamu rela meninggalkan dunia modelmu dan menjadi pengajar di sini maka keputusan ada di kamu Flo. Hanya kamu yang mampu menentukan” jawab Rose penuh dengan dukungan sembari tersenyum.


Dunia model memang dunia yang aku sukai sejak kecil. Namun aku tidak ingin menjadi kesepian. Aku tidak ingin menjadi kesepian disaat aku membutuhkan seseorang. Aku ingin menjadi diriku sendiri. Aku ingin menjadi seseorang yang berarti bagi banyak orang. Aku tidak ingin lagi hidup di rumah mewah dan megah itu namun kesepian di dalamnya. Aku tidak ingin lagi berkaca selama berjam-jam hanya untuk mengkhawatirkan jerawat yang tumbuh di wajahku. Aku tidak ingin terlihat bahagia di depan kamera namun sebenarnya sengsara di balik kamera. Aku sedih dengan kehidupanku yang seperti ini. aku ingin berubah menjadi Flo yang apa adanya. Tidak ada lagi jadwal padat pemotretan. Make-up tebal yang menempel di wajah. Busana glamor dan terbuka. Kilatan kamera yang menyilaukan mata. Aturan-aturan dalam mengambil gaya. Lenggak–lenggok di atas karpet. Menjaga penampilan seutuhnya hanya untuk terlihat menarik. Aku tidak ingin itu semua lagi. Aku sudah lelah.

Dan kemudian..
“Baik adik-adik ayo kita belajar lagi. Sekarang kita akan belajar mengenai binatang mamalia ya..”
“Baik kak Flo!” jawab anak-anak serentak.
Dan di sinilah aku sekarang. Hidup di tengah anak-anak desa. Mengajar dengan sepenuh hati serta dedikasi yang penuh untuk mereka. Aku tidak butuh apa-apa lagi karena aku sudah memiliki apa yang aku butuhkan.


Referensi:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IKLAN

ETIKA PROFESI AKUNTANSI