PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia

A.    PRODUK DOMESTIK BRUTO
1.      Pengertian Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis. Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga Rp 6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,- Jika GDP menghitung kedua transaksi tersebut , Rp 6.000,- dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai Rp 15.000,- (lebih besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi.

2.      Tipe-Tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
a.       GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal
Yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
b.      GDP dengan harga tetap atau GDP riil
Yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka GDP merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau merosot.

3.      Perhitungan GDP
Menurut McEachern ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu:
a.       Pendekatan pengeluaran
Menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun.
b.      Pendekatan pendapatan
Menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut.

4.      GDP Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran
Menurut McEachern untuk memahami pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor neto :
a.       Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.
b.      Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
c.       Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah.
d.      Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.
Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat negara sama dengan penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah, G, dan ekspor netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M, atau (X-M).
Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat, atau GDP:
GDP = C + I + G + (X - M) = Pengeluaran Agregat

5.      GDP Berdasarkan Pendekatan Pendapatan
Menurut McEachern pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendaptan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut: yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi.
Jadi kita dapat mengatakan bahwa:
Pengeluaran agregat = GDP = Pendapatan agregat
Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu, misalnya, mulanya sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain.
Nilai tambah dari tiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan pendekatan pendapatan.

B.       PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
1.      Uraian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.       
Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan permintaan agregat (AD) dan pertumbuhan penawaran agregat (AS).Dari sisi AD, peningkatan AD di dalam ekonomi bisa terjadi karena ON, yang terdiri atas permintaan masyarakat (konsumen), perusahaan dan pemerintah meningkat.
Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja, sehingga diharapkan peningkatan pendapatan, serta kesejahteraan masyarakat dapat diperbaiki.
Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di wilayah tersebut.
Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan social.

2.      Pendapatan Perkapita Sebagai Pengukur Kemakmuran
Banyak informasi perlu digunakan untuk secara lengkap menunjukkan taraf kemakmuran dan taraf hidup yang dicapai oleh masyarakat sesuatu negara. Persentasi penduduk yang memiliki kendaraan, tingkat pendapatan mereka an pemilikan harta-harta lain merupakan petunjuk penting dalam melihat taraf kemakmuran yang dicapai. Di samping itu, kemakmuran ditentukan pula oleh fasilitas untuk mendapatkan suplai listrik dan air minum yang bersih, fasilitas pendidikan yang diperoleh dan taraf pendidikan yang dicapai, taraf kesehatan dan fasilitas perobatan yang tersedia, keadaan perumahan masyarakat miskin dan taraf perkembangan infrastruktur yang dicapai. Tersedianya pekerjaan yang cukup merupakan faktor lainnya. Apabila semua faktor-faktor seperti ini digunakan untuk menunjukkan tingkat kemakmuran setiap negara, akan dihadapi masalah dalam mengumpulkan data seperti itu.
a.    Membandingkan Pendapatan Per Kapita
Sebagai akibat dari kesulitan-kesulitan seperti yang dinyatakan di atas, dalam menunjukkan dan membandingkan tingkat kemakmuran sesuatu masyarakat digunakan data pendapatan per kapita dalam mata uang sendiri maupun dalam dolar Amerika Serikat (apabila ia digunakan untuk tujuan perbandingan). Data pendapatan nasional tidak dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran karena berbagai negara mempunyai jumlah penduduk yang sangat berbeda. Dengan demikian, walaupun pendapatan nasional negara A adalah lebih besar jika dibandingkan dengan Negara B, keadaan ini tidak dapat diartikan bahwa penduduk Negara A tingkat kemakmurannya lebih tinggi dari Negara B. Pendapatan nasional India lebih besar dari Singapura. Akan tetapi dari informasi ini tidak dapat diambil kesimpulan bahwa India adalah lebih makmur dari Singapura.
b.    Pendapatan Per Kapita dan Cara Penghitungannya
Salah satu komponen dari pendapatan nasional yang selalu dilakukan penghitungannya adalah pendapatan per kapita, yaitu pendapatan rata-rata penduduk sesuatu negara pada suatu masa tertentu. Nilainya diperoleh dengan membagi nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB) suatu tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Dengan demikian pendapatan per kapita dapat dihitung dengan menggunakan salah satu formula berikut:

(a)
(b)

Dalam menghitung pendapatan per kapita dua macam penghitungan dapat dilakukan, yaitu berdasarkan harga yang berlaku dan harga tetap. Pnghitungan pendapatan per kapita menurut harga yang berlaku penting untuk memberi gambaran mengenai kemampuan rata-rata dari penduduk negara itu berbelanja dan membeli barang-barang dan jasa yang diperlukannya. Dan ini juga penting sebagai bahan perbandingan dalam menunjukkan perbedaan tingkat kemakmuran di suatu negara berbanding dengan negara-negara lain.
Data pendapatan per kapita menurut harga tetap perlu dihitung untuk menunjukkan perkembangan tingkat kemakmuran di suatu negara,Produk Domestik Bruto biasanya bertambah dari tahun ke tahun. Nilainya yang bertambah itu pada umumnya disebabkan oleh dua faktor:
·         Pertambahan produksi fiskal yang berlaku
·         Kenaikan harga-harga barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan nasional

3.      Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional . Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia. Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya menjadi begitu kuat.
Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri dipasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.
Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan diangkatnya BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta semakin mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Trauma zaman Orde Baru yang mengekang hak-hak demokrasi warga negara serta kediktatoran Soeharto menyebabkan terjadinya perubahan menyeluruh dalam tiap aspek kehidupan. Naiknya nilai tukar dollar secara tak tertahankan pada zaman Orde Baru, menyebabkan naiknya berbagai kebutuhan pokok Indonesia. Namun, secara perlahan nilai tukar dollar terhadap rupiah ini semakin menurun hingga saat ini.
Selanjutnya yang menjadi penting yakni orientasi ekonomi yang bagaimana, ke luar atau ke dalam, yang kemudian dapat dianggap dan diharapkan efektif dan sesuai dengan kondisi Indonesi saat ini. Orientasi ekonomi ke dalam pada zaman kepemimpinan Soekarno yakni Orde Lama masih memiliki kekurangan. Begitu pula dengan era Orde Baru dibawah kekuasaan Soeharto. Kekurangan-kekurangan tersebut yang akhirnya memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Dalam masa kini perkembangan ekonomi tentu saja lebih baik dari pada dua era tersebut. Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu berpacu pada orientasi ke luar atau ke dalam. Orientasi ekonomi di Indonesia harus lebih fleksibel.
Karena dengan hal tersebut maka ekonomi di Indonesia tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima bantuan asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Alangkah lebih baiknya jika orientasi ke dalam maupun ke luar dapat seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih memiliki kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar, yang kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia. Pemerintah juga harus dengan bijaksana menentukan berbagai kebijakan mengenai bantuan maupun investor asing yang akan membantu hingga menanamkan sahamnya di Indonesia. Sehingga Indonesia tidak menjadi pihak yang dirugikan, serta berbagai bantuan yang datang dari luar negeri maupun investor asing dapat dibatasi kewenangannya di Indonesia dan mencegah investor asing untuk mendapatkan keuntungan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap Indonesia.

C.      FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
1.      Faktor-Faktor Internal
Faktor-faktor tersebut diantaranya, kondisi perbankan realisasi RAPBN 2003,terutama yang menyangkut beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran stimulus pasca tragedi Bali, hasil pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan ekonomi pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor nasional.
Kesiapan dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek perkembangan neraca perdagangan yang berarti saldo transaksi berjalan.
Faktor-faktor non ekonomi : politik san sosial, keamanan (terutaman enyangkut apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mencegah tidak terulangnya lagi tragedi Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksana otonomi daerah). Perbaikan fundamental ekonomi tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yang memadai, serta kepastian hukum.
2.      Faktor-Faktor Eksternal
Faktornya diantaranya adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003, kondisi politik global, terutama efek-efek dari perang AS-Irak dan krisis senjata nuklir Korea Utara. Perang AS dan Irak akan berdampak pada efek haraga minyak dan penurunan ekspor serta penundaan pengiriman TKI ke wilayah Timur Tengah, sedang efek dari kore Utara, jika terjadi perang besar-besaran jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara dan Timur khusunya dan dunia pada umumnya.
3.      Faktor-Faktor Secara Umum
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :
·         Faktor produksi
·         Faktor investasi
·         Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
·         Faktor kebijakan moneter dan inflasi
·         Faktor keuangan

D.      PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
1.         Uraian Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia
Struktur perkonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder, dan tersier. Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial). Ditinjau dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern.
2.         Teori Perubahan Struktur Ekonomi
a.       Teori Arthur Lewis (Teori migrasi)
Teori ini membahas pembangunan di pedesaan (perekonomian tradisional dengan pertanian sebagai sector utama) dan perkotaaan (perekonomian modern dengan industry sebagai sector utama).
Di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, sehingga kelebihan supply TK dan tingkat hidup yang subsistence, sehingga produk marjinalnya sama dengan nol dengan upah yang rendah.  Produk marjinal =0 berarti fungsi produksi sector pertanian telah optimal. Jika jumlah TK > dari titik optimal, maka produktivitas menurun dan upah menurun.Dengan mengurangi jumlah TK yang terlalu banyak dibandingkantanah dan capital tidak merubah jumlah outputnya.
Diperkotaan, sector industry kekurangan TK, sehingga produktivitas TK menjadi tinggi dan nilai produk marjinalnya positif yang menunjukkan fungsi produksinya belum mencapai titik optimal, sehingga upahnya juga tinggi. Perbedaan upah ini menyebabkan migrasi/urbanisasi TK dari desa ke kota, sehingga upah TK meningkat dan akhirnya pendapatan Negara meningkat.
Pendapatan yang meningkat meningkatkan permintaan makanan (output meningkat) dan dalam jangka panjang pereonomian pedesaan tumbuh dan permintaan produk industry dan jasa meningkat yang menjadi motor utama pertumbuhan output dan diversifikasi produk non pertanian.
b.      Teori Hollis Chenery (Teori transformasi structural/pattern of development)
Teori ini memfokuskan pada perubahan struktur ekonomi di LDCs yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sector industry sebagai penggerak utama pertumbuhan.
Penelitian Chenery menunjukkan peningkatan pendapatan perkapita merubah:
·         Pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk manufaktur dan jasa
·         Akumulasi capital secara fisik dan SDM
·         Perkambangan kota dan industry
·         Penurunan laju pertumbuhan penduduk
·         Ukuran keluarga yang kecil
·         Sector ekonomi didominasi oleh sector non primer terutama industry

3.         Struktur Ekonomi Dari Berbagai Tinjauan
a.       Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Makro-Sektoral
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris, industri, atau niaga. Hal ini tergantung pada sektor apa/mana yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkutan. Dilihat secara makro sektoral dalam bentuk produk domestik bruto maka struktur perekonomian Indonesia dam[ppai tahun 1990-an masih agraris, namun sekarang sudah berstruktur industri.
Struktur perekonomian Indonesia yang industrialisasi pada saat ini sesungguhnya belum mutlak, tetapi masih sangat dini. Industrialisasi di Indonesia barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk PDB atau pendapatan nasional. Industrialisasi yang ada belum didukung dengan kontribusi sektoral dalam penerapan tenaga dan angkatan kerja. Apabila kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam penerapan tenaga kerja diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia ternyata masih dualisme.
Boeke seoang ekonom Belanda mengatakan bahwa perekonomian Indonesia berstruktur dualistis. Sebab dari segi penyerapan tenaga kerja dan sumber kehidupan rakyat (53,69%), sedangkan sektor industri pengolahan hanya menyerap 10,51% tenaga kerja.
b.      Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Keruangan
Pergeseran sturktur ekopnomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya dengan keruanngan, ditinjau dari sudut pandang keruangan, struktur perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan. Hal ioni dapat kita lihat dan kita rasakan sejak Pelita I hingga era reformasi sekarang ini. Kemajuan perekonomian di kota-kota jauh lebih besar dibandingkan dengan di pedesaan., hal ini disebabkan pembangunan industri-industri pengolahan di daerah perkotaan dan juga makin berkembangnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi.
Dengan demikian jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan menjadi lebih sedikit, hal ini bukan semata-mata karena perpindahan pendudik dari pedesaan ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik tetapi juga karena mekar dan berkembangnya kota-kota khusunya di pulau Jawa sehingga terjadi penumoukan penduduk disini. Disamping itu juga kehidupan masyarakat sehari-hari semakin modern yang tercermin dari perilaku konsumtif masyarakat dan juga penerapan teknologi modern untuk proses produksi oleh perusahaan-perusahaan.
c.       Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Penyelenggaraan Kenegaraan
Struktur ekonomi dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggraan kenegaraan. Ditinjau dari sini maka struktur perekonomian dapat dibedakan menjadi struktur etatis, egaliter, atau borjuis. Predikat ini bergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang berangkutan, yaitu bisa pemerintah/negara, bisa rakyat kebanyakan atau kalangan pemodal dan usahawan.
Struktur ekonomi Indonesia sejak awal Orde Baru hingga pertengahan dasawarsa 1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai kepanjangan tangannya, merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasawarsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dlam perekonomian nasional.
Struktur ekonomi ini arahnya untuk sementara adalah ke perekonomian yang berstruktur borjuis, dan belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan pemodal dan usahawan kuatlah yang dapat dengan cepat menanggapi undangan dari pemerintah tersebut. Maka akibatnya terjadi ekonomi konglomerasi dimana hanya beberapa orang pemodal kuat yang mengendalikan sektor-sektor ekonomi di Indonesia, yang dampaknya kita rasakan sekarang yaitu ambruknya perekonomian Indonesia karena tidak terkendalinya investasi-investasi yang dananya berupa pinjaman dari luar negeri.
Pada era revormasi ini struktur ekonomi Indonesia diarahkana pada strruktur ekonomi egaliter dimana seluruh penggerak roda perekonomian dilibatkan dalam membangun perekonomian Indonesia. Misalnya dengan memperkuat peran usaha-usaha koperasi, pengusaha mikro, kecil; dan menengah karena mereka dianggap pelaku-pelaku ekonomi yang tahan menghadapai krisis ekonomi, dan dianggap sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang mampu menjadi penyangga perekonomian Indonesia.
d.      Struktur Ekonomi Dari Tinjauan Birokrasi Pengambilan Keputusan
Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambila keputusan. Dilihat dari sudut tinjauan ini, struktur ekonomi dapat dibedakan menjadi struktur ekonomi yang terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi.
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan, dapat dikaikan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistis pembuatan keputusannya lebih banyak ditetapkan oleh pemrintah pusat atau kalangan atas pemerintahan. Pemerintah daerah atau kalangan pemerintahan dibawah, beserta masyarakkkat dan mereka yang tidak memiliki akses ke pemrintahan pusat, cenderungnya mereka hanya menjadi pelaksana saja, dan dalam pembuatan perencanaan hanya sekedar sebagai pendengar.
Struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara rapi selama pemerintahan orde baru,  hal ini disebabkan oleh budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang paternalistik. Walaupun Indonesia sudah merdeka stengah abad dan menuju era globalisasi namun budaya ini masih sulit untuk ditngalkan, dan bahkan cenderung dipertahankan.

4.         Faktor Penyebab Perubahan Struktur Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
·         Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
·         Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
·         Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
·         Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan.
·         Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
·         Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus.
·         Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah.
·         Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor.

Referensi
Rahardja, Pratama dan Manurung, mandala. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Jakarta: LP-FEUI
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IKLAN

ETIKA PROFESI AKUNTANSI